Senin, 02 Februari 2009

Masih ada Cinta

Pagi yang cukup cerah, sesuatu yang menyenangkan untuk mengawali hari Senin setelah akhir pekan. Dengan santai aku berjalan menuju sekolahku di SMA Cendana, eits..jangan menyalahkan paham dulu..sekolahku memang sekolah swasta tapi ga’ ada hubungannya dengan cendana-nya Soeharto ya, Cuma nama doank yang sama. Sejenak aku membuka memori lamaku..hanya butuh waktu sebentar untuk melakukan “search” dalam “hardisk” kepalaku yang berisi “file-file” menjelang kelulusan SMP-ku dulu.
Ketika nilai ujian sudah diumumkan aku berhasil meraih nilai tertinggi di Sekolah, dan tentu saja berbagai penghargaan akademik jatuh ke tanganku. Saat wisuda, orangtuaku begitu bangga saat melihatku naik ke podium untuk menyampaikan kesan-kesan terakhir ketika meninggalkan sekolah sebagai siswa berprestasi. Saat orangtuaku sibuk memilihkan sekolah SMA untukku dimana kata mereka SMA-ku haruslah sekolah yang paling bonafit mulai dari guru-guru yang professional hingga fasilitas sekolah yang ahrus serba canggih. Tapi sebenarnya aku sudah punya pilihan sekolah sendiri dan sekolah itu tidak masuk dalam daftar sekolah yang dipilih oleh orangtuaku, namanya SMA Cendana, memang sekolah swasta tapi bukan berarti karena swasta lantas sekolah ini bonafit karena menurut informasi sekolah ini memiliki citra yang cukup tidak baik di masyarakat, siswa sekolah itu sering terlibat tawuran, membolos, lebih memilih pacaran daripada mengikuti pelajaran, bahkan siswa kelas 3 disana hampir 2 tahun tidak juga lulus SMA yang akhirnya terpaksa dikeluarkan dengan tidak hormat karena pihak sekolah sudah tidak bisa melakukan pembinaan kepada siswa kelas 3 tersebut. Bahkan sampai sekarang sekolah yang berdiri hampir 10 tahun itu sudah 5 tahun ini tidak melakukan acara kelulusan karena memang tidak ada siswanya yang lulus..satupun !!!!
Seperti yang kuduga, orangtuaku memperlihatkan ekspresi wajah yang sangat tidak enak untuk dilihat ketika aku mengatakan sekolah mana yang kupilih untuk melanjutkan SMA-ku
“apa kamu sedang tidak sehat Za? Sampai kamu berpikir untuk melanjutkan SMA ke sekolah Cendana?” papa mulai menginterogasiku.
“Mau kamu kemanakan otak encermu itu Za kalo kamu sekolah disana?” mama ikut menimpali, masih dengan ekspresi wajah yang belum berubah
“Menurut Za, sekolah dimanapun itu sama saja, toh fasilitas disana ga’ kalah ko’ sama sekolah lain” aku mulai membela diri
“tapi kan masih banyak sekolah lain yang jauh lebi bagus daripada disana Za, kamu tau kan bagaimana reputasi SMA Cendana itu? Papa sama Mama tidak mau memasukkan kamu ke sekolah yang ujung-ujungnya hanya merusak kamu, apalagi kamu adalah anak yang cerdas, masa iya sekolah di sekolah yang sama sekali tidak punya prestasi apa-apa selain siswanya yang sering terlibat tawuran, apa kamu mau jadi seperti mereka?” Papa mulai meradang. Huh..saat seperti ini kepala harus tetap dingin..come on Za..
“Za tau pa, tapi Za justru ingin belajar lebih dari hanya sekedar mendengarkan teori-teori ilmiah di sekolah, Za merasa sudah banyak tau tentang teori dunia ini dari SMP, Za tau bagaimana struktur bumi, bagaimana tumbuhan melakukan fotosintetis, teori darwin atau teori Galilei atau teori lain. Itu sudah cukup membuat Za tau banyak hal, tapi Za ingin melihat sesuatu yang lain pa, sesuatu yang justru tidak bisa dijelaskan dengan teori ilmiah manapun, dan hal itu hanya Za lihat ada di SMA Cendana” aku mulai menjelaskan panjang lebar dengan bahasa yang kadang membuat pusing guru-guru disekolahku.
“apa sih yang mau kamu cari Za” Mama mulai sedikit melunak
“Mama sama Papa tau kan bagaimana sifat Za yang selalu ingin tahu dan tidak akan berhenti sampai Za menemukan jawabannya, Za tau bagaimana reputasi SMA Cendana, Za juga tau apa saja yang nanti akan Za hadapi disana, tapi Za hanya ingin mencari sebuah jawaban dari segudang pertanyaan Za selama ini. Selain masalah akademik, Za pikir itu tidak akan menjadi masalah, menurut informasi yang Za dapat, guru-guru disana bukan guru yang sembarangan saja didatangkan, tapi guru yang melalui seleksi ketat, sekalipun keadaan siswa disana sangat mengkhawatirkan, hanya guru yang bermental kuat yang bisa mengajar disana. Tapi inti dari yang Za ingin dapat disana adalah apa yang sebenarnya membuat siswa disana menjadi siswa yang brutal dan tidak ada bedanya dengan kelas preman, papa dan mama tau kana pa cita-cita Za nanti, menjadi psikologi dan Za baru saja ingin memulai langkah awal menuju cita-cita itu” kali ini aku menjelaskan dengan lebih detail tentang alasanku memilih SMA Cendana.
Papa dan Mama terdiam sejenak, kalo masalah diplomasi dan negosiasi aku memang cukup ahli, itulah yang membuat teman-teman disekolahku sering menunjukku sebagai perwakilan kelas tiap kali ada rapat akhir semester disekolah.
“kalo kamu memang yakin dengan apa yang kamu lakukan, papa dan mama tidak akan memaksa kamu, karena kamu sendiri yang akan menjalaninya, tapi catatan penting dari papa, jangan sampai prestasi kamu menurun, kamu adalah harapan kami satu-satunya sebagai generasi penerus kelurga kita” ahh..akhirnya papa berhasil dilobi juga dan saat itu aku berjanji bahwa aku tidak akan pernah berubah meski masuk SMA Cendana, meski mama masih cemas memikirkan “nasib”ku nanti disana.
Tak terasa aku sudah memasuki halaman SMA Cendana, ini adalah bulan ke-3 aku masuk sekolah ini, awalnya aku cukup nervous karena disekolah ini hampir tidak kutemukan wajah-wajah manis dan bercahaya, baik itu laki-laki atau wanita-nya, hanya Pak Kasim, petugas kebersihan sekolah dan Bu Kasim, istrinya yang membuka kantin sekolah. Selama 3 bulan aku mencoba beradaptasi dengan sekolah ini, tidak hanya guru tapi tentu saja teman-teman lain, dan yang perlu diketahui, jumlah siswa baru disekolah ini hanya 25 orang saja termasuk aku, dan semuanya masuk sekolah ini tidak dengan alasan yang sama denganku tapi lebih karena nilai ujian mereka dibawah rata-ratadan sekolah lain sudah penuh dengan siswa barunya sehingga yang tersisa hanya SMA Cendana ini. tapi guru-guru cukup respek denganku karena memang hanya aku satu-satunya murid baru yang datang dengan segudang prestasi sekolah di SMP. Makanya anak-anak lain banyak yang iri padaku, ada saja hal kecil yang mereka jadikan masalah buatku, untunglah aku hanya “dihukum” dengan memberikan uang saku,tidak sampai pada penganiayaan fisik karena mereka cukup tau diri jika sampai terjadi apa-apa denganku maka akan bermasalah berat dengan pihak sekolah, bagi sekolah ini aku adalah asset sekolah yang sangat berharga. Tapi untunglah masih adajuga yang mau berteman denganku, namanya Aris. Aris tidak tergolong anak super nakal, dia seperti itu hanya karena tidak tahan dengan segala dikte dari orangtuanya, melanjutkan ke SMA Cendana pun karena terpaksa karena tidak ada sekolah yang menerimanya.
“Pagi Ris” sapaku pada Aris, dia sedang asyik bermain game di hp-nya.
“Pagi juga Za” balas Aris tanpa menoleh padaku.
“Ris..aku lagi mau bikin proyek nih, dan aku butuh bantuan, mau jadi relawan ga’?”tawarku pada Aris.Sejenak Aris menghentikan game-nya dan mentapku.
“Proyek apaan sih Za, kamu tuh mentang-mentang pintar sudah mau sok bikin proyek kaya direktur aja”sahut Aris sedikit sinis padaku.
“Emangnya proyek harus dikerjakan sama anak pintar apa? Aku mau buat penelitian Ris, aku dengar ada lomba penelitian bebas dari sebuah LSM yang khusus menangani moralitas dan perilaku remaja, ini ditujukan untuk semua SMA se-Kalsel Ris, hadiahnya lumayan ada beasiswa terus jadi duta remaja daerah” jelasku pada Aris. Butuh waktu cukup lama menunggu reaksi Aris untuk mencerna kata-kataku barusan. Tiba-tiba bel tanda masuk berbunyi dan cukup menghambat pemahaman Aris selagi serius mencerna kata-kataku. Bel istirahat berbunyi, aku dan Aris berjalan menuju kantin Bu Kasim, setelah memesan Bakso dan Es jeruk, aku kembali menanyakan kesediaan Aris untuk menjadi “relawan” penelitianku.
“Ris, gimana mau bantuin aku ga” tanyaku dengan nada sedikti memohon.
“Tau ga’ Za, waktu pelajaran pertama tadi aku masih sibuk menncari titik pemahaman tentang penjelasan kamu tadi, tapi setelah kupikir aku mau aja Bantu proyek kamu mengingat kamu itu cerdas pastilah proyek kamu ga’ main-main, lagian aku juga lagi ga’ ada kerjaan nih” sahut Aris.
“Nah gitu donk..itu baru temannya Fahreza” jawabku sambil menepuk-nepuk dadanya sampai Aris tersedak karena mulutnya masih dalam proses pengunyahan daging bakso.
Setelah Aris selesai dengan kunyahannya, aku menjelaskan tentang penelitianku, yaitu mengenai apa yang sebenarnya dicari oleh siswa di SMA Cendana selama ini dengan perilaku tawuran dan kenakalan remaja yang lain, meski jawaban itu belum bisa ditemukan oleh beberapa psikiater yang sering datang ke sekolah untuk membantu mengatasi kenakalan siswa sekolah ini.
Langkah pertama yang harus dijalankan adalah mencari data yang cukup banyak dari sebagian siswa sekolah SMA Cendana, dan untuk itu aku meminta Aris yang melaksanakan karena kalo aku sendiri yang turun tangan pasti tidak akan berhasil, jangankan mengajukan pertanyaan, mendekat saja mereka pasti sudah menyambutku dengan gempalan tangan yang siap melayangkan bogem mentah padaku, tapi kalo Aris, dia masih dikenal sebagai siswa yang nakal, jadi masih “selevel “dengan anak-anak lain. Pertanyaan yang kubuat bukanlah pertanyaan umum yang sering diajukan seorang peneliti pada subjek penelitiannya, makanya Aris cukup heran dengan pertanyaan yang harus diajukan pada anak-anak yaitu “Apa sebenarnya cita-cita kamu dimasa mendatang dan bagaimana caramu meraih cita-cita itu?”, kata Aris agak tidak nyambung dengan tema penelitiannya, tapi aku bilang tanyakan saja masalah nyambung atau ga’ nyambung pasti nyambung deh..
Selama 3 hari. Aris berjuang untuk mendapatkan data yang banyak dan valid karena tidak semua siswa mau menjawab pertanyaannya, aneh menurut mereka tapi tentu saja dengan trik-trik ala Aris akhirnya ada saja yang mau, entah serius atau iseng saja menjawab, dan hasilnya ada sekitar 150 siswa yang menjawab pertanyaan Aris diantara 250 orang siswa di SMA Cendana, cukup memenuhi kuota menurutku. Dan sorenya aku mengajak Aris kerumah untuk memulai langkah selanjutnya.
“jawaban-jawaban ini mau kamu apakan Za?” Tanya Aris sembari merapikan kertas-kertas jawaban itu.
“kita akan analisis dulu Ris, diseleksi mana jawaban yang serius mana yang seenaknya” jawabku. Dan akhirnya dalam waktu hampir 1 jam, aku dan Aris berhasil memilah mana jawaban yang memang valid dan mana yang hanya iseng, hasilnya hanya 50 jawaban yang menurutku mendekati serius. Dan seperti yang kuduga, cita-cita anak-anak SMA Cendana tidak ada bedanya dengan siswa sekolah lain, malah cukup unik menurutku. Ada yang bercita-cita menjadi dokter dan cara meraihnya dengan mempelajari seluk-beluk tubuh manusia, ada juga yang ingin menjadi pengacara dan cara meraihnya dengan sering membela teman yang dianiaya, dan banyak lagi.
Lalu penelitian kulanjutkan dengan mempertanyakan apakah sebenarnya siswa sekolah ini mencintai atau membenci sekolah ini sampai-sampai sedikitpun mereka tidak peduli dengan kondisi sekolah, bagi mereka yang penting melakukan kewajiban sebagai anak untuk sekolah, selanjutnya ya terserah mereka. Aku memutuskan untuk terjun sendiri mencari jawaban ini, tapi tetap mengajak Aris ikut serta, yang harus kutemui adalah daftar anak yang paling nakal disekolah ini, ada sekitar 10 orang, menurut Aris mereka adalah anak-anak yang punya pengaruh besar untuk menggerakkan anak-anak lain berbuat kenakalan seperti mereka. Harus kuakui, lobiku yang selama ini aku banggakan masih kalah dengan lobi yang dilakukan Aris, aku juga tidak tahu seperti apa lobinya tapi yang jelas itu cukup sukses menggiring 3 anak berpengaruh tersebut ke belakang sekolah untuk di-interview.
Dengan sangat hati-hati aku mengajukan pertanyaan penelitianku, butuh waktu lama menunggu jawaban mereka.
“sebenarnya lo mau ngapain sih di sekolah ini Za, gue heran lo kan anaknya cerdas msa mau sekolah ditempat kaya gini” kata Eman, duh jadiga’ nyambung nih yang ditanya sama jawaban..
“Ya aku mau belajar lah disini” jawabku sekenanya.
“jangan-jangan lo intel ya Za, sengaja pengen ngorek-ngorek informasi dari sekolah ini, ga mungkin kalo lo Cuma pengen belajar disini” rupanya Eman suka menonton film detektif seperti spy kids kali ya sampai bisa berpikir seperti itu. Ayo Za..tetap tenang..bisikku dalam hati.
“Man, ortu gue ngasih kebebasan bagi gue untuk memilih jalan hidup sendiri, gue hanya merasa tertantang untuk sekolah di SMA Cendana ini” akhirnya aku memilih mengikuti cara Eman berbicara, menurut shirah nabawiyah, buku tentang perjalan Nabi Muhammad SAW, jika ingin menyampaikan dakwah atau tujuan pada seseorang, bicaralah sesuai dengan gaya bicara orang tersebut, yah aku kan sekarang rajin ikut kegiatan remaja masjid.
Akhirnya akupun menjelaskan kepada Eman dan yang lain tentang tujuanku mengumpulkan mereka sekarang
“Gue ga’ bermaksud macam-macam teman-teman, tapi yang harus kalian tau, gue paling ga’ tahan melihat sebuah kondisi yang ga’ mengenakkan untuk dilihat, setau-ku dulu SMA Cendana termasuk SMA favorit, tapi lambat-laun karena perilaku siswa-nya akhirnya reputasi sekolah kita ini jadi ambruk, gue Cuma pengen tau, apakah ga’ ada siswa yang bisa mencintai sekolah ini dan kemudian mengukir prestasi untuk mengharumkan nama sekolah?” tanyaku
Eman dan yang lain diam sejenak, lalu Toni menyahutku
“Loe ga’ tau apa-apa Za, sebenarnya yang membuat sekolah ini terpuruk bukan karena ulah siswa, tapi juga pihak sekolah dan yayasan”, jawaban Toni sentak membuatku kaget bukan kepalang, memoriku berjalan lagi mencoba untuk mengingat apakah ada informasi seperti itu.
“maksud loe Ton” tanyaku lagi, Aris hanya diam mungkin dia juga bingung seperti aku.
Lalu Eman bercerita panjang lebar tentang kondisi sekolah ini, memang dulu SMA Cendana termasuk dalam daftar sekolah favorit, tapi lambat laun ketika pihak yayasan yang dulu menyerahkan hak kepemilikan sekolah kepada yayasan baru atas dasar si pemilik yayasan lama ingin menghabiskan sisa hidupnya di kota lain karena mengidap penyakit kanker otak yang akut. Menurut cerita yang didapat Eman dari siswa yang sebelumnya, pihak yayasan baru sangat menerapkan system pendidikan yang dictator, sangat berbeda sekali dengan yang diterapkan pemilik yayasan lama, semua siswa tidak diperbolehkan lagi ikut mengatur kebijakan sekolah padahal dulunya tiap akhir semester, harus ada perwakilan siswa yang ikut mengevaluasi segala kebijakan sekolah pada semester kemarin untuk kemudian direvisi lagi kebijakan tersebut pada semester mendatang. Kemudian semua guru-guru yang direkrut oleh pihak yayasan yang lama lambat laun “dimutasi” ke sekolah lain, kadang dengan alasan yang tidak jelas mengapa mereka dimutasi, tapi menurut senior sekolah, mutasi tersebut memang sengaja dilakukan karena cara mengajar mereka yang dianggap sangat lembek dan tidak tegas terhdap siswa, ada juga guru yang selamat dari mutasi tapi dengan catatan guru tersebut harus mematuhi segala peraturan yang dibuat oleh yayasan. Fakta lain adalah bahwa sebenarnya pihak yayasan tidak mempunyai tujuan untuk mencerdaskan anak-anak di SMA Cendana, mereka malah kadang tidak peduli apakah siswa naik kelas atau tidak, tetapi itulah yang menjadi sumber keuangan yayasan, pihak sekolah sering menggunakan kenalakan siswa untuk merogoh kantong-kantong para orangtua murid dengan alasan pembinaan padahal uang tersebut hanya untuk memenuhi brankas yayasan. Cara mengajar guru juga sangat tidak memahami siswa, guru hanya menyampaikan apa yang ada tanpa peduli apakah anak tersebut memahami atau tidak, tidak seperti guru yang dulu yang metode belajar mereka adalah memahami dulu karakter siswanya baru dia menjalankan kewajibannya untuk mengajar tentu saja dengan metode yang sesuai dengan pemahaman siswa. Pernah para siswa dipelopori OSIS melakukan demo terhadap sekolah tapi ujung-ujungnya mereka malah dikeluarkan dengan tidak hormat dadiharuskan membayar denda atas demonstrasi yang mereka lakukan, inilah yang kemudian membuat orangtua mereka kesal, bukan kepada sekolah tapi justru keapda anak mereka yang sebenarnya hanya ingin menuntut keadilan. Dan akhirnya karena tidak punya kekuatan untuk melakuakn perubahan, siswa disini sebagian menjadi pemberontak sekolah dan ikut memengaruhi siswa lain, termasuk Eman dan yang lain, dan jadilah siswa sekolah ini menjadi tameng bagi pihak yayasan dalam mendapatkan keuntungan dan senjata bagi para siswa untuk meperlihatkan kebobrokan sekolah mereka kepada dunia luar.
Setelah mendapat penjelasan itu, aku mencoba menarik kesimpulan tentang apa yang sebenarnya terjadi di sekolah ini, mencoba menggunakan daya nalarku untuk mempertimbangkan apakah penjelasan dari teman-teman ini memang benar atau hanya dibuat-buat? Ya Allah, tolong beri aku petunjuk….
Akhirnya setelah aku berjuang keras mengumpulkan segala informasi tentu saja dengan bantuan Aris dan Eman cs yang sekarang menjadi teman-temanku juga, mulai dari mencari keterangan melalui guru-guru lama SMA Cendana yang sekrang tersebar di berbagai sekolah, aku memang akhirnya tahu bahwa apa yang dikatakan Eman cs benar adanya. Siang itu setelah pulang sekolah, aku mengajak Aris dan Eman cs kerumah untuk membuat dan menyusun rencana, mereka cukup kaget atas rencanaku yang selama ini tidak terpikir oleh mereka, dan dengan berusaha sekuat tenaga meyakinkan mereka akhirnya kami sepakat untuk menyusun rencana demi menyelamatkan SMA Cendana yang kini sangat kami cintai.
Aku mengusulkan untuk mebuat sebuah acara entah itu pentas seni atau apa kemudian mengundang pihak yayasan, para donator dan dari dinas pendidikan, acaranya memang normal seperti halnya pentas seni, tapi akan ada surprise besar didalamnya. Awalnya teman-temanku ini pesimis karena selama ini tidak pernah ada acara semacam itu diadakan disekolah apalagi terlebih karena memang tidak ada hubungan yang baik antara sekolah dengan para siswa, sekalipun OSIS. Namun aku kembali meyakinkan bahwa pasti bisa karena aku sendiri yang akan memintanya kepada sekolah dan rasanya tidak mungkin jika mereka menolak kegiatan yang dilakukan oleh anak secedes aku..itu menurutku bukan bermaksud sombong tapi yah sedikit lah. Yang lain aku minta untuk melobi teman-teman lain agar mendukung acara ini sementara sisanya biar aku yang urus. Seperti yang kuduga, kepala sekolah tidak butuh waktu lama membaca proposal yang aku buat, hanya sekilas dan sedikit menginterogasi menurutku, akhirnya proposalku disetujui.
Rencana selanjutnya adalah mempersiapkan apa saja yang akan dipentaskan dalam acara pentas seni sekolah ini, pengaruh Eman cs memang sangat luar biasa, buktinya hampir seluruh teman-teman SMa Cendana mendukung acara dan bahkan tanpa diminta ikut terlibat entah sebagai panitia atau pengisi acara, ada yang nge-band, baca puisi sampai teater, dan tentu saja inti dari acara yang diadakan ini, tidak banyak dana yang diberikan sekolah untuk acara ini, untunglah papa bersedia menjadi donator untuk menutupi lubang-lubang keuangan yang ada.
Setelah 2 minggu sibuk mempersiapkan acara, hari itupun datang, kami tidak hanya mengundang pihak yayasan SMA Cendana, tapi juga pihak donator sekolah dan pejabat dari dinas pendidikan, secara tak resmi kami juga mengundang mantan-mantan guru SMA Cendana tentu saja tanpa sepengetahuan pihak sekolah dan untunglah petugas keamanan sekolah tidak mengenal guru-guru tersebut. Acara yang kami selenggarakan sangat meriah, menurutku hari ini seperti hari kebebasan bagi para siswa SMA Cendana, buktinya aku banyak melihat wajah-wajah yang murni ceria padahal sejak aku masuk sekolah ini dulu hampir tidak pernah dan tidak ada rona wajah yang bahagia seperti itu. Selama 3 jam acara berlangsung, kini tibalah saatnya acara terakhir yaitu pembacaan kesan dari seluruh siswa SMA Cendana dan akulah yang akan membacakannya. Bismillah..aku memulai dengan berdo’a dalam hati, agak nervous tapi kulihat di depan podium teman-teman memandangku seperti memberikan telepati dukungan padaku..aku mulai mengatur nafas dan mulai membaca
“kepada para hadirin sekalian, sekali lagi saya mewakili panitia pelaksana acara ini mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas kehadiran anda dalam pentas seni SMA Cendana, dan kemudian ijinkan saya pula untuk menyampaikan kesan dari seluruh siswa SMA Cendana ini. Hadirin sekalian, kami tahu bahwa anda semua mau menghadiri acara kami dengan ditemani perasaan ragu dan terpaksa, karena kalian menganggap bahwa kami tidak berguna dan tidak mempunyai masa depan yang cerah akibat perilaku kami selama ini. Tapi hari ini pula, saya mewakili teman-teman SMA Cendana ingin mengatakan bahwa apa yang kalian pikirkan tentang kami selama ini salah” kuhentikan sejenak demi melihat seperti apa ekspresi wajah para undangan yang hadir.
“kalian selama ini menilai kami adalah sekumpulan anak-anak yang tidak punya santun dan cita-cita yang besar, kami hanyalah sekumpulan “dosa kecil” bagi para orangtua karena tidak ada prestasi yang kami persembahkan untuk mereka, tapi sekali lagi saya ingin katakana bahwa kalian salah besar terhadap kami, kami juga memiliki harapan bagi masa depan kami. Kami memang penuh dengan kesalahan tetapi menurut saya, sebuah kesalahan bukan hanya menjadi milik orang yang melakukan kesalahan tersebut, karena di dunia ini berlaku hukum sebab-akibat dimana suatu kesalahan tidak mungkin terjadi jika tidak ada penyebabnya.
Dulu 5 tahun yang lalu SMA Cendana masuk dalam daftar sekolah favorit di daerah ini, segudang prestasi telah banyak diukir oleh siswa sekolah ini, namun semua berubah ketika kepemilikan yayasan yang membawahi sekolah ini berpindah tangan ke pemilik yang baru. Dan perlu kalian ketahui bahwa mimpi buruk sekolah ini baru dimulai ketika guru-guru yang lama sengaja dimutasikan oleh pihak yayasan yang baru demi mengeruk keuntungan besar” kali ini kata-kataku seperti terbakar emosi. Selanjutnya mengalirlah ceritaku tentang yang sebenarnya terjadi disekolah ini, tentang rekayasa pihak yayasan yang sengaja memutasi guru lama, kemudian mengeluarkan dengan tidak hormat beberapa siswa yang menuntut keadilan sampai dengan dana-dana yang selama ini diminta oleh pihak sekolah atas pertanggungjawaban kenakalan siswanya. Penjelasanku semakin kuat dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh para guru lama yang memang sengaja kami undang, sambil berdiri dan tanpa diminta mereka menceritakan perihal masalah yang selama ini menghinggapi SMA Cendana hingga menyebabkan siswanya menjadi pemberontak karena tidak sanggup mengubah keadaan menjadi lebih baik. Dan kulihat, kepala sekolah dan para guru juga pihak yayasan terlihat gelisah dengan mimic muka yang sangat pucat, mereka tidak mengkin menghentikan “kegilaan”ku sementara didekat mereka ada pihak donator sekolah serta pejabat dinas pendidikan, akhirnya aku dibiarkan membuka kedok mereka sendiri.
“ para hadirin sekalian, kami ingin kalian tahu bahwa kenakalan kami selama ini bukan karena kami membenci sekolah ini, kami juga masih ada cinta untuk orangtua dan sekolah kami ini, kami juga masih memiliki harapan demi masa depan yang lebih baik, kami juga masih mempunyai cita-cita yang besar, yang pasti kami tidak punya cita-cita untuk menjadi orang yang tidak bertanggungjawab, apa yang kami lakukan selama ini justru adalah cerminan cinta kami kepada sekolah ini, bagi para orangtua kami, kami belum layu untuk menjadi tunas yang akarnya kuat menghujam bumi, percayalah kami masih tetap menjadi malaikat kecil kalian yang akan meneruskan harapan dan cita-cita kalian, saya mewakili seluruh siswa SMA Cendana mengucapkan permohonan maaf atas segala perilaku kami selama ini, tapi ketika kebenaran telah terungkap, kami berjanji untuk memulai lagi hidup yang baru, menjadikan SMA Cendana penuh dengan warna lagi dan kembali menyusun langkah menuju cita-cuta kami. Demikian yang bisa saya sampaikan, terimakasih atas perhatiannya” aku menutup kalimatku dengan penuh kelegaan, dan seketika terdengar gemuruh tepuk tangan dari para undangan. Selanjutnya setelah acara selesai, pejabat dinas pendidikan segera melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap pihak sekolah dan pihak yayasan yang tentu saja tak bsia lagi berkutik dan mencari alibi atas kesalahan mereka, teman-teman banyak yang menyalami dan berterimakasih padaku, tapi kukatakan pada mereka bahwa merekalah sumber inspirasiku. Kini tugasku yang harus kuselesaikan adalah mengalihkan cerita sekolah ini ke dalam penulisan penelitian sebagai syarat lomba penelitian yang diadakan sebuah LSM pemerhati kenakalan remaja di daerahku.
Sebulan kemudian…
Kembali ke hari Senin lagi, tapi kali ini aku merasa agak berbeda..ya..kini anak-anak penghuni SMA Cendana memasuki pekarangan sekolah dengan penuh semangat dan keceriaan, tidak lagi kutemukan wajah-wajah menyeramkan disekolah ini, kalopun ada itu sih memang dari lahir udah seram..hihi,akhirnya sekolah ini kembali seperti dulu tapi tentu saja dengan semangat perubahan yang baru. Setelah kejadian di acara pentas seni itu, dinas pendidikan akhirnya meliburkan aktivitas sekolah selama hampir 1 minggu, dikarenakan kepala sekolah dan pemilik yayasan telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penyelewengan dana sekolah, sementara semua guru juga diberikan sanksi tidak boleh mengajar disekolah manapun selama 3 bulan dan selama itu mereka akan diberi pembinaan oleh pihak dinas pendidikan. Status SMA Cendana pun menjadi polemic karena tidak ada lagi yang akan mengelola yayasan, sebelumnya dinas pendidikan berniat menutup sekolah ini, tapi beberapa siswa termasuk aku memohon agar SMA Cendana tidak ditutup, dan setelah melakukan berbagai koordinasi dengan pejabat lain, akhirnya diputuskan bahwa SMA Cendana akan dikelola oleh pejabat dari Dinas pendidikan, para donator masih bersedia memberikan dana untuk pengembangan sekolah ini. masih ada kejutan lain, para mantan guru SMA Cendana memutuskan untuk kembali mengajar disekolah ini, tidak semua memang karena sebagian guru sudah pindah ke daerah lain, kemudian yang akhirnya diangkat menjadi kepala sekolah adalah anak dari pemilik yayasan yang lama, dia mengetahui apa yang terjadi di SMA Cendana dari berbagai pemberitaan media yang memang sangat tertarik meliput kasus ini dan karena beliau juga memiliki kenangan di sekolah ini akhirnya mengajukan diri untuk menjadi kepala sekolah yang baru. Thanks for you Allah..
Aku juga punya kejutan lain, tentang penelitianku, karena keberhasilanku mengungkap kebenaran di SMA Cendana, penelitianku dianggap sukses besar menangani kenakalan remaja di SMA Cendana dan akhirnya penelitianku menjadi juara dan akupun berhak mendapatkan jabatan sebagai Duta penanganan kenakalan remaja, hadiah beasiswa tentu tak kumakan sendiri karena walau bagaimanapun semua ini karena bantuan dari Aris dan Eman cs, karena itu aku putuskan untuk membaginya kepada mereka dan sekarang Eman cs sedang serius mempersiapkan Ujian Akhir Nasional (UAN) mereka, yang pasti kata Eman, dirinya tidak akan lagi menjadi siswa abadi di SMA Cendana. Kini akupun melanjutkan kehidupanku sendiri, meniti lagi langkah untuk meraih cita-citaku menjadi seorang psikolog, dan aku sudah memulainya dengan kisah yang manis bukan? Dan akupun membayangkan namaku beberapa tahun yang akan datang..M.Bintang Fahreza,SPsi !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar